KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga
kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya
yang berjudul “PAKAIAN MELAYU RIAU”
Makalah ini berisikan informasi
tentang PAKAIAN MELAYU RIAU. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua tentang pakaian melayu Riau.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis pakaian
melayu Riau
I. Pakaian Harian
Pakaian harian adalah pakaian yang
dikenakan ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Berdasarkan kelompok pemakai,
pakaian harian dapat dibedakan menjadi pakaian anak-anak, pakaian dewasa, dan
pakaian orang tua atau setengah baya.
a. Pakaian
Anak-anak
Pakaian anak laki-laki yang masih
kecil disebut baju monyet. Setelah beranjak besar, anak laki-laki memakai Baju
Teluk Belanga atau Baju Cekak Musang. Terkadang juga memakai celana setengah
atau bawah lutut, kopiah, dan tutup kepala dari kain segi empat. Anak laki-laki
juga memakai sarung ketika pada saat mengaji dan beribadah. Sedangkan untuk
anak perempuan yang belum dewasa memakai baju kurung yang selaras dengan kain
bermotif bunga atau satu warna dengan kain tersebut.
b. Pakaian
Dewasa
Pakaian anak laki-laki yang telah
dewasa disebut Baju Kurung Cekak Musang yang dilengkapi dengan kain samping
berupa sarung perekat dan kopiah atau ikat kepala. Sedangkan untuk perempuan
memakai Baju Kurung Laboh, Baju Kebaya Pendek, dan Baju Kurung Tulang Belut.
Baju ini dipadukan dengan kain sarung batik dan penutup kepala berupa selendang
atau tudung lingkup. Perempuan yang melakukan kegiatan di ladang atau sawah
biasanya memakai tutup kepala berupa selendang atau kain belacu yang dinamakan
tengkuluk.
c. Pakaian
Orangtua
Pakaian untuk perempuan tua setengah
baya ada berbagai macam, seperti Baju Kurung Teluk Belanga (Baju Kurung Tulang
Belut), Kebaya Laboh, dan Baju Kebaya Pendek yang biasa dipakai untuk pergi ke
ladang. Kerudung untuk menutupi kepala berupa selendang segi empat yang
dibentuk segitiga sehingga menyerupai jilbab. Sedangkan untuk laki-laki
orang tua dan setengah baya memakai Baju Kurung Teluk Belanga atau Baju Kurung
Cekak Musang. Bahan pakaian ini adalah kain katun atau kain lejo. Baju ini agak
longgar sehingga nyaman dipakai.
II. Pakaian
Resmi
Pada zaman dahulu, pakaian resmi dipakai
ketika menghadiri pertemuan resmi yang diadakan oleh kerajaan. Sedangkan di
masa sekarang, pakaian resmi dikenakan dalam berbagai acara pemerintahan.
Pakaian resmi untuk laki-laki adalah Baju Kurung Cekak Musang lengkap dengan
kopiah, kain samping yang terbuat dari kain tenun Siak, Indragiri, Daik, dan
daerah-daerah di Riau lainnya.
Bahan Baju Kurung Cekak Musang
berupa kain sutra, kain satin, atau kain berkualitas tinggi lainnya. Sebagai
perlengkapannya antara lain kopiah dan kain samping. Bahan untuk
kain adalah bahan yang terpilih, seperti kain songket dan kain tenun
lainnya. Sistem memakai kain samping ini ada dua macam, yaitu ikat dagang dalam
dan ikat dagang luar.
Pakaian resmi untuk perempuan dewasa
adalah Baju Melayu Kebaya Laboh dan Baju Kurung Cekak Musang. Bahan untuk
membuat kedua baju ini adalah kain songket atau kain terpilih lainnya seperti
Tenun Siak, Tenun Indragiri, Tenun Trengganu, dan lain-lain. Bentuk Baju Kurung
atau Kebaya Laboh ini mengikuti bentuk tubuh si pemakai, namun tidak terlalu
longgar dan tidak terlalu sempit. Panjang baju perempuan yang masih gadis
adalah tiga jari di atas lutut, sedangkan untuk orang tua panjang bajunya tiga
jari di bawah lutut.
III. Pakaian
Upacara Adat
Upacara yang pada zaman dulu
diadakan oleh pihak kerajaan yang ada di Riau, kini dilanjutkan oleh Lembaga
Adat Melayu Riau atau oleh pemerintah daerah. Beberapa upacara tersebut seperti
upacara penobatan raja, upacara pelantikan, upacara penyambutan tamu, upacara
penerimaan anugerah, dan lain sebagainya. Pakaian tradisional yang dipakai pada
saat upacara adat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakaian untuk perempuan
dan pakaian untuk laki-laki.
Pakaian upacara untuk perempuan yang
masih gadis berbeda dengan pakaian untuk perempuan penikah. Jenis pakaian yang
dipakai untuk perempuan tua adalah Baju Kurung Tulang Belut. Sedangkan untuk
perempuan setengah baya dan gadis adalah Baju Kebaya Laboh Cekak Musang
berwarna hitam yang terbuat dari bahan sutra. Warna hitam
pada pakaian ini hanya dipakai pada waktu upacara adat penobatan raja, menteri,
atau datuk. Sedangkan untuk upacara adat yang lain, semisal upacara penerimaan
tamu agung atau pun upacara penerimaan anugerah, para perempuan memakai baju
berwarna kuning.
Selain memakai baju kurung dan
kebaya, perempuan Melayu yang menghadiri upacara adat juga memakai
sanggul. Sanggul tersebut berbentuk sanggul joget, sanggul lipat pandan yang
berhiaskan bunga goyang di atasnya. Di sebelah kanan sanggul dihiasi jurai
panjang dan di sebelah kiri dihiasi jurai pendek.
VI. Pakaian Upacara
Perkawinan
Baju pengantin laki-laki Melayu adalah
Baju Kurung Cekak Musang atau Baju Kurung Teluk Belanga. Untuk daerah Limo Koto
Kampar baju pengantin laki-laki berbentuk jubah yang terbuat dari kain beludru.
Baju Kurung Teluk Belanga terbuat dari bahan tenunan Siak, Indragiri, Daek,
maupun Trengganu dengan warna merah, biru, kuning, dan hitam.
Selain Baju Kurung Cekak Musang,
pakaian pengantin laki-laki adalah kain samping motif yang serupa dengan celana
dan baju, distar berbentuk mahkota dipakai di kepala, sebai warna kuning di
bahu kiri, rantai panjang berbelit dua dikalungkan di leher, canggai yang
dipakai di kelingking, sepatu runcing di bagian depan, dan keris hulu burung
serindit pendek yang diselipkan di sebelah kiri.
Busana yang dikenakan pengantin
perempuan berbeda-beda, tergantung jenis upacara adatnya. Pengantin perempuan
pada upacara Malam Berinai memakai Baju Kurung Teluk Belanga. Sedangkan saat
Upacara Barandam, pengantin perempuan memakai Baju Kurung Kebaya Laboh atau
Kebaya Pendek. Kepala hanya memakai sanggul yang dihiasi dengan bunga-bunga.
Pakaian pengantin perempuan pada Upacara Akad Nikah adalah Baju Kebaya Laboh
atau Baju Kurung Teluk. Kemudian untuk pakaian pada waktu upacara Bersanding
adalah Kebaya Laboh atau Baju Kurung Teluk Belanga.
B. FUNGSI
PAKAIAN MELAYU RIAU
I. Fungsi
Budaya
Pakaian tradisional dapat menjadi
ciri kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara umum, fungsi pakaian
untuk menutup tubuh. Namun, kemudian muncul berbagai aksesori dan ciri khas
yang membedakan antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Di
masyarakat Riau, pakaian menjadi simbol yang dipakai dalam pelaksanaan upacara
atau dalam acara-acara tertentu. Setiap upacara mempunyai jenis pakaian yang
berbeda yang tentu saja juga berbeda dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari.
II. Fungsi
Estetik
Estetika busana Melayu Riau muncul
dalam berbagai bentuk hiasan yang terdapat dalam pakaian tersebut. Selain
berbagai hiasan, warna-warna dalam pakaian tradisional Riau juga mengandung
makna-makna tertentu. Misalnya, warna kuning mengandung arti kekuasaan. Pakaian
dengan warna seperti ini biasanya diperuntukkan bagi sultan atau raja. Warna
hitam mengandung makna keberanian. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya
dipakai oleh para hulubalang dan para petarung yang melambangkan ketangkasan
mereka.
III. Fungsi
Religius
Pakaian tradisional daerah Riau
mengandung makna dan berfungsi keagamaan. Pengaruh Islam dalam tata cara
berpakaian sedikit banyak berpengaruh pada pakaian daerah Riau, di mana fungsi
pakaian adalah untuk menutup aurat. Hal ini dapat kita lihat pakaian perempuan
yang berbentuk baju kurung, kerudung, dan menutupi hampir semua anggota
tubuhnya. Selain dari bentuknya, fungsi religius pakaian tradisional Riau juga
terlihat dari simbol yang digunakan sebagai hiasan yang berbentuk bulan dan
bintang. Simbol tersebut mengandung makna ketakwaan terhadap Tuhan. Fungsi
religius busana Melayu di daerah Riau juga muncul di berbagai media yang mereka
gunakan untuk upacara, misalnya adanya kelengkapan tepung tawar.
IV. Fungsi
Sosial
Pakaian tradisional Riau mengandung makna
dan berfungsi secara sosial. Pakaian tradisional Riau yang dipakai masyarakat,
baik yang berasal dari golongan bangsawan maupun masyarakat biasa adalah sama,
yaitu baju kurung. Perbedaannya hanya terletak pada bahan dan warna yang
dipilih, dikarenakan dalam tradisi masyarakat Riau warna pakaian mempunyai
lambang dan makna tertentu.
V. Fungsi
Simbolik
Pakaian tradisional mempunyai makna
simbolik tertentu yang dapat diterka lebih dahulu untuk mengetahui maknanya.
Nilai-nilai simbolik yang terkait dengan pakaian tradisional, perhiasan, serta
kelengkapannya terdapat pada kostum yang dipakai dalam upacara-upacara
tradisional. Busana bukan hanya dimaknai sebagai pakaian yang dipakai, namun
juga peralatan upacara yang digunakan. Beberapa makna yang terkandung dalam
busana tradisional masyarakat Melayu Riau misalnya sirih (lambang persaudaraan
dan kehormatan), bibit kelapa (simbol keturunan), payung (tempat bernaung).
Pakaian yang dikenakan orang-orang Melayu Riau memperlihatkan bahwa hampir
setiap apa yang mereka kenakan mengacu pada simbol-simbol tertentu.
C. NILAI-NILAI
YANG TERKANDUNG DALAM PAKAIAN MELAYU RIAU
I. Nilai
Tradisi
Busana
yang dikenakan dalam suatu upacara adat telah menjadi tradisi selama
bertahun-tahun. Hal ini menjadi ciri khas dan keunikan sebuah masyarakat. Dari
busana adat yang dikenakan, maka dapat dipelajari mengenai tradisi masyarakat
yang bersangkutan.
II. Nilai
Pelestarian Budaya
Pakaian
merupakan salah satu produk kebudayaan modern yang semakin hari semakin
berkembang. Pakaian adat yang saat ini banyak dipakai masyarakat Melayu Riau
merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Melestarikan busana
tradisional tersebut sama artinya dengan melestarikan kekayaan budaya
Melayu.
III. Nilai Sosial
Pakaian menjadi simbol tertentu yang menjadi penanda status
seseorang. Selain itu, lewat nilai-nilai yang dikandungnya, pakaian Melayu juga
bermakna sebagai media untuk menyatukan masyarakat. Nilai-nilai sosial itu
muncul karena dalam pakaian tradisional tersebut tersemat makna-makna tertentu
yang dinilai dan ditafsirkan oleh masyarakatnya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga
kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya
yang berjudul “PAKAIAN MELAYU RIAU”
Makalah ini berisikan informasi
tentang PAKAIAN MELAYU RIAU. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua tentang pakaian melayu Riau.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis pakaian
melayu Riau
I. Pakaian Harian
Pakaian harian adalah pakaian yang
dikenakan ketika melakukan kegiatan sehari-hari. Berdasarkan kelompok pemakai,
pakaian harian dapat dibedakan menjadi pakaian anak-anak, pakaian dewasa, dan
pakaian orang tua atau setengah baya.
a. Pakaian
Anak-anak
Pakaian anak laki-laki yang masih
kecil disebut baju monyet. Setelah beranjak besar, anak laki-laki memakai Baju
Teluk Belanga atau Baju Cekak Musang. Terkadang juga memakai celana setengah
atau bawah lutut, kopiah, dan tutup kepala dari kain segi empat. Anak laki-laki
juga memakai sarung ketika pada saat mengaji dan beribadah. Sedangkan untuk
anak perempuan yang belum dewasa memakai baju kurung yang selaras dengan kain
bermotif bunga atau satu warna dengan kain tersebut.
b. Pakaian
Dewasa
Pakaian anak laki-laki yang telah
dewasa disebut Baju Kurung Cekak Musang yang dilengkapi dengan kain samping
berupa sarung perekat dan kopiah atau ikat kepala. Sedangkan untuk perempuan
memakai Baju Kurung Laboh, Baju Kebaya Pendek, dan Baju Kurung Tulang Belut.
Baju ini dipadukan dengan kain sarung batik dan penutup kepala berupa selendang
atau tudung lingkup. Perempuan yang melakukan kegiatan di ladang atau sawah
biasanya memakai tutup kepala berupa selendang atau kain belacu yang dinamakan
tengkuluk.
c. Pakaian
Orangtua
Pakaian untuk perempuan tua setengah
baya ada berbagai macam, seperti Baju Kurung Teluk Belanga (Baju Kurung Tulang
Belut), Kebaya Laboh, dan Baju Kebaya Pendek yang biasa dipakai untuk pergi ke
ladang. Kerudung untuk menutupi kepala berupa selendang segi empat yang
dibentuk segitiga sehingga menyerupai jilbab. Sedangkan untuk laki-laki
orang tua dan setengah baya memakai Baju Kurung Teluk Belanga atau Baju Kurung
Cekak Musang. Bahan pakaian ini adalah kain katun atau kain lejo. Baju ini agak
longgar sehingga nyaman dipakai.
II. Pakaian
Resmi
Pada zaman dahulu, pakaian resmi dipakai
ketika menghadiri pertemuan resmi yang diadakan oleh kerajaan. Sedangkan di
masa sekarang, pakaian resmi dikenakan dalam berbagai acara pemerintahan.
Pakaian resmi untuk laki-laki adalah Baju Kurung Cekak Musang lengkap dengan
kopiah, kain samping yang terbuat dari kain tenun Siak, Indragiri, Daik, dan
daerah-daerah di Riau lainnya.
Bahan Baju Kurung Cekak Musang
berupa kain sutra, kain satin, atau kain berkualitas tinggi lainnya. Sebagai
perlengkapannya antara lain kopiah dan kain samping. Bahan untuk
kain adalah bahan yang terpilih, seperti kain songket dan kain tenun
lainnya. Sistem memakai kain samping ini ada dua macam, yaitu ikat dagang dalam
dan ikat dagang luar.
Pakaian resmi untuk perempuan dewasa
adalah Baju Melayu Kebaya Laboh dan Baju Kurung Cekak Musang. Bahan untuk
membuat kedua baju ini adalah kain songket atau kain terpilih lainnya seperti
Tenun Siak, Tenun Indragiri, Tenun Trengganu, dan lain-lain. Bentuk Baju Kurung
atau Kebaya Laboh ini mengikuti bentuk tubuh si pemakai, namun tidak terlalu
longgar dan tidak terlalu sempit. Panjang baju perempuan yang masih gadis
adalah tiga jari di atas lutut, sedangkan untuk orang tua panjang bajunya tiga
jari di bawah lutut.
III. Pakaian
Upacara Adat
Upacara yang pada zaman dulu
diadakan oleh pihak kerajaan yang ada di Riau, kini dilanjutkan oleh Lembaga
Adat Melayu Riau atau oleh pemerintah daerah. Beberapa upacara tersebut seperti
upacara penobatan raja, upacara pelantikan, upacara penyambutan tamu, upacara
penerimaan anugerah, dan lain sebagainya. Pakaian tradisional yang dipakai pada
saat upacara adat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakaian untuk perempuan
dan pakaian untuk laki-laki.
Pakaian upacara untuk perempuan yang
masih gadis berbeda dengan pakaian untuk perempuan penikah. Jenis pakaian yang
dipakai untuk perempuan tua adalah Baju Kurung Tulang Belut. Sedangkan untuk
perempuan setengah baya dan gadis adalah Baju Kebaya Laboh Cekak Musang
berwarna hitam yang terbuat dari bahan sutra. Warna hitam
pada pakaian ini hanya dipakai pada waktu upacara adat penobatan raja, menteri,
atau datuk. Sedangkan untuk upacara adat yang lain, semisal upacara penerimaan
tamu agung atau pun upacara penerimaan anugerah, para perempuan memakai baju
berwarna kuning.
Selain memakai baju kurung dan
kebaya, perempuan Melayu yang menghadiri upacara adat juga memakai
sanggul. Sanggul tersebut berbentuk sanggul joget, sanggul lipat pandan yang
berhiaskan bunga goyang di atasnya. Di sebelah kanan sanggul dihiasi jurai
panjang dan di sebelah kiri dihiasi jurai pendek.
VI. Pakaian Upacara
Perkawinan
Baju pengantin laki-laki Melayu adalah
Baju Kurung Cekak Musang atau Baju Kurung Teluk Belanga. Untuk daerah Limo Koto
Kampar baju pengantin laki-laki berbentuk jubah yang terbuat dari kain beludru.
Baju Kurung Teluk Belanga terbuat dari bahan tenunan Siak, Indragiri, Daek,
maupun Trengganu dengan warna merah, biru, kuning, dan hitam.
Selain Baju Kurung Cekak Musang,
pakaian pengantin laki-laki adalah kain samping motif yang serupa dengan celana
dan baju, distar berbentuk mahkota dipakai di kepala, sebai warna kuning di
bahu kiri, rantai panjang berbelit dua dikalungkan di leher, canggai yang
dipakai di kelingking, sepatu runcing di bagian depan, dan keris hulu burung
serindit pendek yang diselipkan di sebelah kiri.
Busana yang dikenakan pengantin
perempuan berbeda-beda, tergantung jenis upacara adatnya. Pengantin perempuan
pada upacara Malam Berinai memakai Baju Kurung Teluk Belanga. Sedangkan saat
Upacara Barandam, pengantin perempuan memakai Baju Kurung Kebaya Laboh atau
Kebaya Pendek. Kepala hanya memakai sanggul yang dihiasi dengan bunga-bunga.
Pakaian pengantin perempuan pada Upacara Akad Nikah adalah Baju Kebaya Laboh
atau Baju Kurung Teluk. Kemudian untuk pakaian pada waktu upacara Bersanding
adalah Kebaya Laboh atau Baju Kurung Teluk Belanga.
B. FUNGSI
PAKAIAN MELAYU RIAU
I. Fungsi
Budaya
Pakaian tradisional dapat menjadi
ciri kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara umum, fungsi pakaian
untuk menutup tubuh. Namun, kemudian muncul berbagai aksesori dan ciri khas
yang membedakan antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Di
masyarakat Riau, pakaian menjadi simbol yang dipakai dalam pelaksanaan upacara
atau dalam acara-acara tertentu. Setiap upacara mempunyai jenis pakaian yang
berbeda yang tentu saja juga berbeda dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari.
II. Fungsi
Estetik
Estetika busana Melayu Riau muncul
dalam berbagai bentuk hiasan yang terdapat dalam pakaian tersebut. Selain
berbagai hiasan, warna-warna dalam pakaian tradisional Riau juga mengandung
makna-makna tertentu. Misalnya, warna kuning mengandung arti kekuasaan. Pakaian
dengan warna seperti ini biasanya diperuntukkan bagi sultan atau raja. Warna
hitam mengandung makna keberanian. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya
dipakai oleh para hulubalang dan para petarung yang melambangkan ketangkasan
mereka.
III. Fungsi
Religius
Pakaian tradisional daerah Riau
mengandung makna dan berfungsi keagamaan. Pengaruh Islam dalam tata cara
berpakaian sedikit banyak berpengaruh pada pakaian daerah Riau, di mana fungsi
pakaian adalah untuk menutup aurat. Hal ini dapat kita lihat pakaian perempuan
yang berbentuk baju kurung, kerudung, dan menutupi hampir semua anggota
tubuhnya. Selain dari bentuknya, fungsi religius pakaian tradisional Riau juga
terlihat dari simbol yang digunakan sebagai hiasan yang berbentuk bulan dan
bintang. Simbol tersebut mengandung makna ketakwaan terhadap Tuhan. Fungsi
religius busana Melayu di daerah Riau juga muncul di berbagai media yang mereka
gunakan untuk upacara, misalnya adanya kelengkapan tepung tawar.
IV. Fungsi
Sosial
Pakaian tradisional Riau mengandung makna
dan berfungsi secara sosial. Pakaian tradisional Riau yang dipakai masyarakat,
baik yang berasal dari golongan bangsawan maupun masyarakat biasa adalah sama,
yaitu baju kurung. Perbedaannya hanya terletak pada bahan dan warna yang
dipilih, dikarenakan dalam tradisi masyarakat Riau warna pakaian mempunyai
lambang dan makna tertentu.
V. Fungsi
Simbolik
Pakaian tradisional mempunyai makna
simbolik tertentu yang dapat diterka lebih dahulu untuk mengetahui maknanya.
Nilai-nilai simbolik yang terkait dengan pakaian tradisional, perhiasan, serta
kelengkapannya terdapat pada kostum yang dipakai dalam upacara-upacara
tradisional. Busana bukan hanya dimaknai sebagai pakaian yang dipakai, namun
juga peralatan upacara yang digunakan. Beberapa makna yang terkandung dalam
busana tradisional masyarakat Melayu Riau misalnya sirih (lambang persaudaraan
dan kehormatan), bibit kelapa (simbol keturunan), payung (tempat bernaung).
Pakaian yang dikenakan orang-orang Melayu Riau memperlihatkan bahwa hampir
setiap apa yang mereka kenakan mengacu pada simbol-simbol tertentu.
C. NILAI-NILAI
YANG TERKANDUNG DALAM PAKAIAN MELAYU RIAU
I. Nilai
Tradisi
Busana
yang dikenakan dalam suatu upacara adat telah menjadi tradisi selama
bertahun-tahun. Hal ini menjadi ciri khas dan keunikan sebuah masyarakat. Dari
busana adat yang dikenakan, maka dapat dipelajari mengenai tradisi masyarakat
yang bersangkutan.
II. Nilai
Pelestarian Budaya
Pakaian
merupakan salah satu produk kebudayaan modern yang semakin hari semakin
berkembang. Pakaian adat yang saat ini banyak dipakai masyarakat Melayu Riau
merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Melestarikan busana
tradisional tersebut sama artinya dengan melestarikan kekayaan budaya
Melayu.
III. Nilai Sosial
Pakaian menjadi simbol tertentu yang menjadi penanda status
seseorang. Selain itu, lewat nilai-nilai yang dikandungnya, pakaian Melayu juga
bermakna sebagai media untuk menyatukan masyarakat. Nilai-nilai sosial itu
muncul karena dalam pakaian tradisional tersebut tersemat makna-makna tertentu
yang dinilai dan ditafsirkan oleh masyarakatnya.
0 comments:
Post a Comment